Kamis, 07 Agustus 2008

Ubah Sistem Pertanian, Beri Akses Perempuan

. Kamis, 07 Agustus 2008

Edisi Juni 2008

Karel Polakitan

PENGGUNAAN pupuk organik, masih menjadi sesuatu yang baru di sentra pertanian holtikultura, Kecamatan Modoinding Kabupaten Minahasa Selatan. Jauh sebelum awal tahun 2000, ramai-ramai petani menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan produksi pertanian sekaligus menyuburkan tanaman. Herbisida, fungisida dan insektisida hanya menjadi selingan untuk mengimbangi serangan jamur dan hama sebelum masa panen. Meski baru, pertanian organik yang memanfaatkan kotoran hewan mulai dilirik.

Biasanya sebelum masa tanam, urea menjadi pupuk pembuka untuk meningkatkan kesuburan tanah. Semakin berkurang kesuburan tanah, akan semakin besar takaran pupuk yang dihamburkan. Semakin besar pula biaya produksi yang dikeluarkan. Desa Makaaruyen, Kakanteruan, Sinisir, Wulur Maatus dan Palelon, Mokobang, desa-desa sentra holtikultura di Modoinding mulai beralih ke pertanian organik.

“Penggunaan pupuk organik bisa membantu mengurangi biaya produksi. Di sisi lain, bisa membantu mengembalikan kesuburan tanah, sekaligus murah,” tandas Jhon Walukow, petani Desa Makaaruyen.

Lain Modoinding, lain juga derita yang dialami nelayan pesisir danau Tondano. Penggunaan pupuk kimia dan insektisida di sentra pertanian dan perkebunan memberi kontribusi terhadap tumbuh-suburnya eceng gondok di cekungan danau. Tutupan eceng gondok kian tak terbendung. Pesisir nyaris tertutup. Padahal, perempuan nelayan biasanya menangkap nike di daerah itu. Tutupan eceng gondok semakin menghalagi akses nelayan perempuan terhadap sumber-sumber kehidupannya. Mungkin sekarang ini belum menjadi persoalan. Tapi ketika penggunaan bahan kimia untuk aktivitas pertanian dan perkebunan tidak dikendalikan dan beralih ke pertanian yang lebih ramah lingkungan, eceng gondok tetap menjadi persoalan. Semakin tumbuh subur dan menutupi badan danau.

“Kalau sekarang ini mungkin belum menjadi persoalan serius. Hanya saja, eceng gondok tetap menjadi ancaman ketika tidak bisa dikendalikan,” ujar Serly Kandouw, warga Tonsaru, Kecamatan Tondano Selatan.

Akses yang semakin terbatas ini turut diperparah dengan munculnya payangka kodok (ikan betutu). ikan jenis introduksi ini mulai mengancam nike yang menjadi urat nadi kehidupan nelayan dan perempuan. Sudah dua bulan terakhir ini, perempuan nelayan menjadi kesulitan menangkap ikan nike. Padahal hanya dengan bermodalkan jala bermata rapat, dalam beberapa jam bisa menangguk seratusan ribu.

Di pelataran Dumoga Kabupaten Bolaang Mongondow, perempuan yang terancam kehilangan mata pencaharian banyak diakibatkan imbas kerusakan lingkungan. Kerusakan di daerah tangkapan air, menyebabkan debit dan distribusi air berkurang. Dalam setahun, minimal hanya dua kali panen dibanding tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai tiga kali. Dan menanam padi, seperti biasa menjadi pekerjaan tambahan kaum perempuan menopang kehidupan keluarga.

“Hidup sekarang semakin sulit. Banyak biaya tambahan. Padahal ketika menanam padi, bisa ada penghasilan tambahan. Kalau biasanya tiga kali menanam, kini tinggal dua kali. Berarti ada satu kali musim tanam tidak digaji,” keluh Henny Ginupit, warga Kinomaligan, Kecamatan Dumoga Barat (Periset: Beni Kalalo, Yustinus Sapto Hardjanto)

0 komentar:

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com