Kamis, 07 Agustus 2008

Palakat Juni

. Kamis, 07 Agustus 2008

Menghadang Laju Krisis Pangan

PRODUKSI padi Sulawesi Utara (padi sawah dan ladang) 2007 naik 8,80 persen dibanding tahun sebelumnya. Jumlah mencapai 494.950 ton, dibanding diproyeksi tahun sebelumnya yang hanya 454.950 ton. Luas panen pun terus bertambah. Di tahun 2006, luas panen hanya 94.717 hektar. Dan di tahun berikutnya bertambah menjadi 103.789 hektar atau naik 8,74 persen. Dibanding produksi padi di Pulau Jawa, kontribusi padi Sulut hanya 0,87 persen dari 58.268.796 ton produksi nasional. Sedangkan Pulau Jawa memberi kontribusi sebesar 53,55 persen.

Terhindarkah Sulut dari ancaman krisis pangan? Setiap tahun Sulawesi Utara masih harus mendatangkan 24 ribu ton beras dari Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Palu dan Gorontalo (Swara Kita edisi 6 Mei 2008) untuk memenuhi kebutuhan beras lokal. Sesuai angka ramalan III 2008 dan angka proyeksi Badan Ketahanan Pangan Sulut, produksi Gabah Kering Giling (GKG) yang dibutuhkan mencapai 433.488 ton atau setara 245.598 ton dalam bentuk beras. Sedangkan konsumsi 2.181.012 jiwa mencapai 266.557 ton. Kita defisit 20.349 ton. Defisit ini belum termasuk alokasi beras untuk rakyat miskin sebulan yang menyentuh 3 ribu ton. Sulawesi Utara rentan terhadap krisis pangan (Karel Polakitan).

Provinsi Sulut (BPS 2007)

Jumlah Penduduk : 2.121.234 jiwa (SUPAS 2005)
Total Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 454.901 ton
Jagung : 242.713 ton
Ubi-ubian : 129.264 ton
Kacang Kedelai : 4.875 ton
Rumah Tangga Miskin : 127.295 Kepala Keluarga

Kabupaten Bolmong

Penduduk : 485.222 jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 286.108 ton
Jagung : 86.077 ton
Ubi-ubian : 19.572 ton
Kacang Kedelai : 4.612 ton
Rumah Tangga Miskin : 27.662 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Surplus tinggi

Kabupaten Minahasa

Jumlah Penduduk : 293.081 jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 60.281 ton
Jagung : 72.077 ton
Ubi-ubian : 8.951 ton
Kacang Kedelai : NA
Rumah Tangga Miskin : 17.032 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Surplus tinggi


Kabupaten Sangihe

Jumlah Penduduk : 191.631 jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 842 ton
Jagung : 2.152 ton
Ubi-ubian : 13.604 ton
Kacang Kedelai :
Rumah Tangga Miskin : 17.000 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Defisit tinggi

Kabupaten Talaud

Jumlah Penduduk : 74.660 Jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 2.875 ton
Jagung : 3.000 ton
Ubi-ubian : 44.941 ton
Kacang Kedelai : 74 ton
Rumah Tangga Miskin : 10.689 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Surplus tinggi

Kabupaten Minahasa Selatan

Jumlah Penduduk : 276.928 Jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 77.914 ton
Jagung : 58.140 ton
Ubi-bian : 7.005 ton
Kacang Kedelai : 155 ton
Rumah Tangga Miskin : 14.681 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Surplus tinggi

Kabupaten Minahasa Utara

Jumlah Penduduk : 170.340 Jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 21.149 ton
Jagung : 12.864 ton
Ubi-ubian : 15.064 ton
Kacang Kedelai : 34 ton
Rumah Tangga Miskin : 2.411 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Surplus rendah

Kota Manado

Jumlah Penduduk : 417.654 Jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 178 ton
Jagung : 1.510 ton
Ubi-ubian : 2.194 ton
Kacang Kedelai : 0
Rumah Tangga Miskin : 15.739 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Defisit tinggi

Kota Bitung

Jumlah Penduduk : 169.243 Jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 500 ton
Jagung : 2.520 ton
Ubi-ubian : 6.915 ton
Kacang Kedelai : 0
Rumah Tangga Miskin : 7.180 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Defisit tinggi

Kota Tomohon

Jumlah Penduduk : 81.882 Jiwa
Produksi Pertanian
Padi sawah/ladang : 5.055 ton
Jagung : 4.373 ton
Ubi-ubian : 1.951 ton
Kacang Kedelai :
Rumah Tangga Miskin : 4.901 Kepala keluarga
Status Ketahanan Pangan : Surplus rendah

Kalah Dibanding Belanja Pegawai

DEFISIT 24 ribu ton beras setiap tahunnya tak dibarengi kebijakan di bidang anggaran. Alokasi anggaran ketahanan pangan jauh lebih kecil ketimbang belanja pegawai. Di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pertanian Sulawesi Utara misalnya, menjaga ketahanan pangan hanya dibudjetkan 6,583 miliar rupiah lebih. Padahal untuk SKPD ini dialokasikan anggaran sebesar 31,647 miliar rupiah. Alokasi anggaran terbesar disedot untuk belanja pegawai senilai 19,333 miliar rupiah lebih. Dan untuk belanja tidak langsung dialokasikan sebesar 12,313 miliar rupiah lebih untuk membiayai kebutuhan aparatur, mebeleur, pengadaan barang rumah tangga, dll (Karel Polakitan).

Alokasi “Mami” Jamin Makan 127.295 KK Miskin Sulut Seminggu

SANGAT fantastik manakala mencoba melakukan hitung-hitungan sederhana berapa saja dana yang dianggarkan di setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Pemprov Sulut (sumber : buku APBD Sulut 2007). Dana yang diplot dengan nama Penyediaan Makan Minum bertotal hampir 3M (2,828.864.575) tergolong luar biasa besar terlebih diperhadapkan pada banyak kebutuhan yang lebih mendasar di daerah.

Hitungan sederhana bila dana ini dialokaskan untuk kebutuhan makan bagi keluarga miskin di Sulut didapati hasil yang mencengangkan. Dana Rp2,828.864.575 mampu membeli beras raskin 1600/kg sebanyak 1.750.000 kg. Nah, Sulut memiliki 127.295 KK , dengan kebutuhan makan 2 KG/KK/hari, maka diperlukan beras 254,590 kg/hari. Berdasarkan jumlah itu dibutuhkan waktu sampai sekitar 7 hari untuk menghabiskan beras sebanyak 1.750.000 kg. Artinya dana MAMI SKPD Pemprov setaranya mampu memberi manfaat yang sangat manusiawi bagi kebutuhan makan 127.295 KK selama seminggu. Wah….(Raymond Mudami)


Bolaang Mongondow Lumbung Beras : Rawan Pangan Intai Lima Kecamatan

KABUPATEN Bolaang Mongondow dikenal sebagai lumbung beras di provinsi Sulut. Data pada tahun 2007, menunjukkan 268.108 ton dari 454.901 ton produksi beras Sulut dipasok dari daerah yang kini sudah dimekarkan menjadi kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Kotamobagu, dan Bolaang Mongondow Utara.

Namun, meski mampu memberikan pasokan sekitar 58,9 persen produksi beras untuk Sulut, tetap saja ada kecamatan di Totabuan masuk kategori rawan pangan. Data dari Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bolaang Mongondow pada 2007, ada lima kecamatan masuk zona merah tingkat kerawanan pangan berdasarkan rasio konsumsi normatif, yaitu Kecamatan Lolayan, Pinolosian, dan Bolaang di Kabupaten Bolaang Mongondow, serta kecamatan Bintauna dan Bolang Itang Timur di Bolaang Mongondow Utara. Sementara kecamatan lain, masih masuk zona kuning dan hijau.

Penentuan tingkat kerawanan pangan ini, didasarkan pada beberapa indikator. Yaitu dilihat dari prevalensi kekurangan energi protein (KEP) dan persentase keluarga miskin, serta indikator lain yang berhubungan dengan kondisi pertanian/pangan, seperti luas tanam terhadap sasaran, persentase luas areal kerusakan atau fuso, persentase luas panen dari luas tanam, dan persentase produktivitas. (Karel Polakitan)

Pemetaan Wilayah Rawan Pangan dan Gizi

Kategori Kecamatan
Risiko Ringan
• Kotamobagu Utara
• Kotamobagu Barat
• Kotamobagu Selatan
• Dumoga Utara
• Passi Timur Hijau

Risiko Sedang
• Kotamobagu Timur
• Passi Barat
• Modayag
• Dumoga Timur
• Dumoga Barat
• Bolaang Uki
• Posigadan
• Pinilosian Timur
• Kotabunan
• Nuangan
• Poigar
• Lolak
• Sangtombolang
• Sangkup
• Bolang Itang Barat
• Kaidipang
• Pinogaluman Kuning

Risiko Tinggi
• Lolayan
• Pinolosian
• Bolaang
• Bintauna
• Bolang Itang Timur Merah
Sumber: Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi BKP Bolmong

Masih Tergantung Impor
Laporan perkembangan ekonomi dan keuangan daerah (PEKDA) Provinsi Sulawesi Utara Triwulan IV Tahun 2007 yang dikeluarkan Bank Indonesia Manado menunjukkan, nilai transaksi impor bahan makanan ternyata mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Berdasarkan negara asal barangnya, impor Sulawesi Utara sepanjang tahun 2007 terutama berasal dari negara USA, Perancis dan Vietnam. Sedikit berbeda dibandingkan tahun sebelumnya di mana impor lebih banyak berasal dari negara Filipina, Malaysia dan Vietnam.(Fary SJ Oroh)

Sumber: PEKDA Sulut BI Manado

Petani Belum Sejahtera

Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 oleh BPS, sebagian besar petani dan buruh tani di Indonesia masuk di dalam kategori pendapatan kurang dari 1 juta rupiah per bulan. Sekitar 36% jumlah petani dan 45,5% buruh tani mempunyai pendapatan kurang dari setengah juta rupiah per bulan.

Selanjutnya berdasarkan hasil sensus pertanian tersebut, sekitar 7,5% dari jumlah Rumah Tangga (RT) petani berpenghasilan per bulan kurang dari Rp 167.000, atau per kapita kurang dari Rp 41.750; dan 29% dengan pendapatan per bulan antara Rp 167.000 – Rp 416.000, atau per kepala antara Rp 41.750 – Rp 104.000.

Jadi dapat dikatakan, 36,5% dari jumlah RT petani atau sekitar 20.454.140 RT adalah RT miskin karena pendapatan mereka per orang rata-rata jauh lebih kecil daripada garis kemiskinan tahun 2004 sebesar Rp 104,300 di perdesaan (Fary S.J.Oroh)
Petani dan Buruh Tani Berdasarkan Penghasilan, 2004
Kelompok Rp per bulan Petani Buruh Tani
1. <> 1.843.750 2.672.920 430.830 total 45.302.905 10.735.834
Sumber: Susenas 2004

Penguasaan Lahan Pertanian Timpang
SALAH satu penyebab rendahnya produktivitas atau dominannya rumah tangga petani miskin di pertanian adalah penguasaan lahan pertanian yang sangat timpang; walaupun Indonesia punya Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang mengatur pembagian lahan secara adil. Data dari Sensus pertanian (SP) menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia didominasi oleh petani skala kecil dan jumlah ini terus meningkat.

Pada tahun 2003 dari 25,437 juta petani yang menggunakan/memiliki lahan, 13.663 juta atau hampir 57%-nya adalah petani marjinal/gurem dengan lahan lebih kecil dari 0,5 hektar atau tanpa lahan. Pada tahun 1993 jumlah petani yang memiliki lahan tercatat sekitar 20,518 juta orang atau tumbuh 1,8% per tahun, di mana jumlah petani gurem sebanyak 10,804 juta atau bertambah 2,6% per tahun selama periode 1993-2003 (Fary S.J.Oroh)

Distribusi RT Petani Menurut Luas Lahan (%) Luas (ha) 1983 1993 2003 <> 1,0 29,7 29,9 25,2
Sumber: Kadin/BPS

Sawah Terus Beralih Fungsi
DI Indonesia, peralihan lahan pertanian ke non-pertanian, seperti untuk pembangunan jalan raya/tol, perumahan/apartemen, lapangan golf, pertokoan/plaza/mall, perkantoran dan pabrik, dalam 10 tahun belakangan ini semakin pesat.

Untuk lahan padi, walaupun setiap tahun ada lahan baru untuk pertanian, namun laju penambahannya masih lebih kecil dibanding tingkat konversinya. Sehingga setiap tahun jumlah lahan untuk sawah atau ladang padi terus berkurang. Di Jawa, selama periode 1999-2003 luas lahan konversi tercatat sebesar 149,1 ribu hektar (ha) atau dengan tingkat konversi 4,42%. Dan di luar Jawa mencapai hampir 424 juta ha atau 5,23% (Fary S.J. Oroh)

Laju Konversi Lahan Pertanian

Wilayah Lahan padi Luas yg hilang Lhn baru Luas lahan % (juta ha) (ribu ha) (ribu ha).
Jawa 3,38 167,2 18,1 -149,1 4,42
Luar Jawa 4,73 396 121,3 -274,7 5,81
Indonesia 8,11 563,2 139,3 -423,9 5,23
Sumber: BPS/Kadin

0 komentar:

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com