Produksi Emas Indonesia Sebulan : Setara Kebutuhan Air Warga Sulut 3 Bulan
RUPA-rupa masalah muncul pada setiap proses pertambangan emas yang selalu rakus energy dan boros air. Bila dibandingkan dengan kebutuhan air untuk minum sehari yang paling minim, proses mendapatkan 1 gram emas bisa ‘merampas’ kebutuhan air sebanyak 52 orang/harinya (asumsi standar kesehatan 2 liter perhari perorang).
Hitungan ini didasarkan pada kalkulasi kebutuhan air untuk kegiatan pertambangan besar seperti Laverton di Sumatera Selatan. Laverton membutuhkan sedikitnya 104 liter air untuk mengambil satu gram emas dari batuan (JATAM, 2007).
Melihat kondisi geologisnya, banyak ahli percaya bahwa bumi Indonesia sangat kaya kandungan emas. Jumlah total produksi emas Indonesia sekarang yang mencapai hampir 48 ton per tahun telah menempatkan Indonesia pada urutan ke-3 terbesar di Asia (sesudah Cina dan Papua Nugini) atau urutan ke-7 terbesar di dunia.
Jika menggunakan asumsi 104 liter/gram seperti pada pertambangan Lavesrton, maka untuk menghasilkan emas 48 ton emas, dibutuhkan air sebanyak 4,99 miliar liter /tahun atau 416 juta liter/bulan. Jumlah air sebanyak itu dapat memenuhi kebutuhan air minum sekitar 6,933 juta orang/bulan.
Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Sulut yang mencapai 2,2 juta jiwa (BPS 2007), maka jumlah kebutuhan air yang digunakan untuk memproduksi emas di Indonesia perbulan setara kebutuhan konsumsi air minum warga Sulut sekitar 3 bulan lebih. Nah……. (Reymoond ‘Kexsi’ Mudami)
Tambang Kuasai 8,77 Persen Wilayah Sulawesi Utara
MEMBUJUR dari Kepulauan Sangihe hingga perbatasan Provinsi Gorontalo, wilayah Sulawesi Utara laris manis dikerubuti aktivitas pertambangan. Sebanyak 21 aktivitas pertambangan legal dan ilegal menghujam bumi Sulawesi Utara dalam bentuk kontrak karya, kuasa pertambangan, wilayah pertambangan rakyat dan pertambangan emas tanpa izin.
Peruntukan ruang semakin sempit dengan dikuasainya 8,77 persen atau 133.885,8 hektar dari luas wilayah Sulawesi Utara 1.527.216 hektar sebagai areal pertambangan emas. Padahal, ruang yang digunakan ini semestinya bisa dimanfaatkan untuk mengimbangi laju ledakan penduduk Sulawesi Utara yang kenaikannya satu persen lebih setiap tahunnya atau pengembangan sektor-sektor lainnya di luar investasi pertambangan.
Tahun 2007 misalkan. Jumlah penduduk Sulawesi Utara sebanyak 2.186.810 jiwa, naik 1,19 persen atau ketambahan 26.169 jiwa. Angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi penduduk rentang tahun 2005-2006 yang angka pertambahan penduduknya hampir dua persen (1,83 persen) yakni dari 2.121.017 jiwa naik menjadi 2.160.641 jiwa. (Karel ’Ongge’ Polakitan)
Sebaran Tambang di Sulawesi Utara
Kabupaten Sangihe
• Perusahan : PT Tambang Mas Sangihe (KK)
Lokasi : Kecamatan Manganitu
Kegiatan : Penyelidikan Umum
• Lokasi : Kecamatan Manganitu Selatan (PETI)
Status : Dalam wilayah hutan
Kabupaten Minahasa Tenggara
• Perusahan : PT Newmont Minahasa raya (KK)
Lokasi : Ratatotok
Luas : 4.283 hektar
Kegiatan : Penutupan Tambang
• Lokasi : Kecamatan Ratatotok (PETI)
Status : Dalam Wilayah Pelepasan PT NMR
Kabupaten Minahasa Selatan
• Lokasi : Alason (WPR)
Luas : 466,80 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Ranoyapo (WPR)
Luas : 1.338,80 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
Kabupaten Minahasa Utara
• Perusahan : PT Meares Soputan Mining (KK)
Lokasi : Toka Tindung
Luas : 8.969 hektar
Kegiatan : Konstruksi
• Perusahan : PT Tambang Tondano Nusajaya (KK)
Luas : 30.250 hektar
Kegiatan : Eksplorasi dan Feasibility Study
• Lokasi : Kecamatan Dimembe (PETI)
Status : Dalam Wilayah KK PT TTN
Kabupaten Bolaang Mongondow
• Perusahan : PT Avocet (KK)
Luas : 58.150 hektar
Kegiatan : Produksi
• Perusahan : PT Gorontalo Sejahtera Mining (KK)
Luas : 3.449 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Perusahan : PT Gorontalo Minerals (KK)
Luas : 10.350 hektar
Kegiatan : Penyelidikan Umum
• Perusahan : KUD Nomontang (KP)
Luas : 103 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Perusahan : KUD Perintis (KP)
Luas : 100 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Perusahan : KUD Numontang (KP)
Luas : 147,48 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Perusahan : PT Boliohuto Bolmong Mining (KP)
Luas : 10.000 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Perusahan : PT Tanjung Palele Mining (KP)
Luas : 5.023 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Lokasi : Mintu (WPR)
Luas : 339,26 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Tobongon (WPR)
Luas : 75 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Monsi (WPR)
Luas : 250 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Kecamatan Dumoga (PETI)
Luas : 591,5 hektar**
Kegiatan : Eksploitasi
Keterangan:
KK : Kontrak Karya
KP : Kuasa Pertambangan
WPR : Wilayah Pertambangan Rakyat
PETI : Pertambangan mas Tanpa Ijin
** : Data TN Bogani Nani Wartabone
Sumber : Dinas Pertambangan Sulut, 2007
Pertambangan (hanya) Sumbang 4,6 Persen PDRB Sulut
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Utara yang dikontribusi delapan sektor, terbesar ditopang sektor pertanian. Sektor ini memberikan kontribusi terbesar sebanyak 20,7 persen dibanding sektor pertambangan dan penggalian yang hanya 4,6 persen dan sektor listrik, gas dan air bersih 0,85 persen. Hanya lima sektor memberi kontribusi dalam PDRB Sulawesi Utara di atas 10 persen. (Karel ’Ongge’ Polakitan)
Kontribusi masing-masing sektor untuk PDRB Sulut
Sektor/Lapangan Usaha dan Kontribusi
Pertanian : 20,7 persen
Industri Pengolahan : 8,04 persen
Listrik, gas dan air bersih : 0,85 persen
Pertambangan : 4,6 persen
Bangunan : 17,17 persen
Perdagangan, hotel dan restoran : 15,33 persen
Pengangkutan dan komunikasi : 10,75 persen
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahan : 5,52 persen
Jasa-jasa : 17,04 persen
Sumber: BPS Sulut 2008
Ratusan Miliar Rupiah Terbuang Percuma
TIDAK sedikit dana yang harus digelontorkan pemerintah setiap tahunnya hanya untuk menanggulangi dampak perusakan kawasan lindung karena aktivitas pertambangan dan aktivitas esktraktif lainnya. Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow misalnya, dalam APBD 2007 dan RAPBD 2008 harus merogoh 39,504 miliar rupiah lebih hanya untuk mengendalikan banjir di wilayah itu.
Banjir yang bisa datang kapan saja pasti akan menghancurkan fasilitas yang sudah dan akan dibangun. APBD Bolmong dua tahun belakangan ini telah menganggarkan kurang lebih 49,389 miliar rupiah untuk jaringan irigasi, rawa, jalan dan jembatan serta rehabilitasinya. Budjet sebesar ini akan terbuang sia-sia bila perusakan di kawasan lindung oleh aktivitas pertambangan dan aktivitas non konservasi tidak pernah dihentikan.
Pemprov Sulut pernah menghitung total kerugian yang timbul pasca banjir-longsor yang terjadi 13 Februari 2006 lalu sebesar 222.178 miliar rupiah. Bencana ekologis ini tidak seharusnya terjadi bila tata guna air di daerah-daerah tangkapan air yang ada di seluruh kota/kabupaten berfungsi baik. Pemprov dan kota/kabupaten pun nampak senang hati menerima Dana Bencana Alam yang diberikan pemerintah pusat sebesar 112 miliar rupiah karena tak bisa mempertahankan kawasan lindungnya.
Banjir yang datang ”semakin terencana” ini bukan tidak mungkin juga akan menghancurkan proyek fisik di dinas Prasarana Permukiman dan Dinas Sumber Daya Air Sulawesi Utara senilai 62,529 miliar rupiah lebih. (Karel ’Ongge’ Polakitan)
Perikanan, Pertanian dan Pariwisata Menjanjikan
APBD Sulawesi Utara tahun 2008 menyebut kontribusi sektor pertambangan dalam PAD sangat kecil dibanding sektor unggulan lainnya seperti pertanian, pariwisata dan perikanan kelautan. Kontribusi sektor pertambangan hanya 13,5 juta rupiah atau lebih kecil dari kontribusi pertanian 188,350 juta rupiah, pariwisata 249,4 juta rupiah dan perikanan kelautan 545 juta rupiah.
Badan Pusat Statistik 2008 menyebut nilai yang cukup fantastis di sektor produksi perikanan laut. Tahun 2007 nilai produksinya mencapai 1,084 triliun rupiah lebih dari total produksi sebanyak 187.595,2 ton. Lebih tinggi dibanding 2006 yang nilai produksinya hanya mencapai 744,083 miliar rupiah lebih dari total produksi sebanyak 195.904,5 ton.
Begitupun dengan sektor produksi perikanan darat. Tahun 2007 nilai produksinya mencapai 179,835 miliar rupiah lebih dari total produksi sebanyak 15.684,4 ton. Atau lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya 126,054 miliar rupiah lebih dari total produksi sebanyak 14.575,5 ton. Kumulatif-kumulatif ini belum termasuk nilai yang langsung dinikmati petani, nelayan dan mayarakat pariwisata.(Karel ’Ongge’ Polakitan)
Regulasi yang Bertolak Belakang
PEMERINTAH membuktikan diri punya standar ganda soal kawasan lindung dan pertambangan. Di satu sisi, ada undang-undang yang dengan tegas melarang beroperasinya pertambangan di hutan lindung. Namun di sisi lain, ada beberapa aturan yang dengan sengaja dibuat untuk melegalkan usaha pertambangan di kawasan lindung. (Fary S.J. Oroh)
RUPA-rupa masalah muncul pada setiap proses pertambangan emas yang selalu rakus energy dan boros air. Bila dibandingkan dengan kebutuhan air untuk minum sehari yang paling minim, proses mendapatkan 1 gram emas bisa ‘merampas’ kebutuhan air sebanyak 52 orang/harinya (asumsi standar kesehatan 2 liter perhari perorang).
Hitungan ini didasarkan pada kalkulasi kebutuhan air untuk kegiatan pertambangan besar seperti Laverton di Sumatera Selatan. Laverton membutuhkan sedikitnya 104 liter air untuk mengambil satu gram emas dari batuan (JATAM, 2007).
Melihat kondisi geologisnya, banyak ahli percaya bahwa bumi Indonesia sangat kaya kandungan emas. Jumlah total produksi emas Indonesia sekarang yang mencapai hampir 48 ton per tahun telah menempatkan Indonesia pada urutan ke-3 terbesar di Asia (sesudah Cina dan Papua Nugini) atau urutan ke-7 terbesar di dunia.
Jika menggunakan asumsi 104 liter/gram seperti pada pertambangan Lavesrton, maka untuk menghasilkan emas 48 ton emas, dibutuhkan air sebanyak 4,99 miliar liter /tahun atau 416 juta liter/bulan. Jumlah air sebanyak itu dapat memenuhi kebutuhan air minum sekitar 6,933 juta orang/bulan.
Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Sulut yang mencapai 2,2 juta jiwa (BPS 2007), maka jumlah kebutuhan air yang digunakan untuk memproduksi emas di Indonesia perbulan setara kebutuhan konsumsi air minum warga Sulut sekitar 3 bulan lebih. Nah……. (Reymoond ‘Kexsi’ Mudami)
Tambang Kuasai 8,77 Persen Wilayah Sulawesi Utara
MEMBUJUR dari Kepulauan Sangihe hingga perbatasan Provinsi Gorontalo, wilayah Sulawesi Utara laris manis dikerubuti aktivitas pertambangan. Sebanyak 21 aktivitas pertambangan legal dan ilegal menghujam bumi Sulawesi Utara dalam bentuk kontrak karya, kuasa pertambangan, wilayah pertambangan rakyat dan pertambangan emas tanpa izin.
Peruntukan ruang semakin sempit dengan dikuasainya 8,77 persen atau 133.885,8 hektar dari luas wilayah Sulawesi Utara 1.527.216 hektar sebagai areal pertambangan emas. Padahal, ruang yang digunakan ini semestinya bisa dimanfaatkan untuk mengimbangi laju ledakan penduduk Sulawesi Utara yang kenaikannya satu persen lebih setiap tahunnya atau pengembangan sektor-sektor lainnya di luar investasi pertambangan.
Tahun 2007 misalkan. Jumlah penduduk Sulawesi Utara sebanyak 2.186.810 jiwa, naik 1,19 persen atau ketambahan 26.169 jiwa. Angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi penduduk rentang tahun 2005-2006 yang angka pertambahan penduduknya hampir dua persen (1,83 persen) yakni dari 2.121.017 jiwa naik menjadi 2.160.641 jiwa. (Karel ’Ongge’ Polakitan)
Sebaran Tambang di Sulawesi Utara
Kabupaten Sangihe
• Perusahan : PT Tambang Mas Sangihe (KK)
Lokasi : Kecamatan Manganitu
Kegiatan : Penyelidikan Umum
• Lokasi : Kecamatan Manganitu Selatan (PETI)
Status : Dalam wilayah hutan
Kabupaten Minahasa Tenggara
• Perusahan : PT Newmont Minahasa raya (KK)
Lokasi : Ratatotok
Luas : 4.283 hektar
Kegiatan : Penutupan Tambang
• Lokasi : Kecamatan Ratatotok (PETI)
Status : Dalam Wilayah Pelepasan PT NMR
Kabupaten Minahasa Selatan
• Lokasi : Alason (WPR)
Luas : 466,80 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Ranoyapo (WPR)
Luas : 1.338,80 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
Kabupaten Minahasa Utara
• Perusahan : PT Meares Soputan Mining (KK)
Lokasi : Toka Tindung
Luas : 8.969 hektar
Kegiatan : Konstruksi
• Perusahan : PT Tambang Tondano Nusajaya (KK)
Luas : 30.250 hektar
Kegiatan : Eksplorasi dan Feasibility Study
• Lokasi : Kecamatan Dimembe (PETI)
Status : Dalam Wilayah KK PT TTN
Kabupaten Bolaang Mongondow
• Perusahan : PT Avocet (KK)
Luas : 58.150 hektar
Kegiatan : Produksi
• Perusahan : PT Gorontalo Sejahtera Mining (KK)
Luas : 3.449 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Perusahan : PT Gorontalo Minerals (KK)
Luas : 10.350 hektar
Kegiatan : Penyelidikan Umum
• Perusahan : KUD Nomontang (KP)
Luas : 103 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Perusahan : KUD Perintis (KP)
Luas : 100 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Perusahan : KUD Numontang (KP)
Luas : 147,48 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Perusahan : PT Boliohuto Bolmong Mining (KP)
Luas : 10.000 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Perusahan : PT Tanjung Palele Mining (KP)
Luas : 5.023 hektar
Kegiatan : Eksplorasi
• Lokasi : Mintu (WPR)
Luas : 339,26 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Tobongon (WPR)
Luas : 75 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Monsi (WPR)
Luas : 250 hektar
Kegiatan : Eksploitasi
• Lokasi : Kecamatan Dumoga (PETI)
Luas : 591,5 hektar**
Kegiatan : Eksploitasi
Keterangan:
KK : Kontrak Karya
KP : Kuasa Pertambangan
WPR : Wilayah Pertambangan Rakyat
PETI : Pertambangan mas Tanpa Ijin
** : Data TN Bogani Nani Wartabone
Sumber : Dinas Pertambangan Sulut, 2007
Pertambangan (hanya) Sumbang 4,6 Persen PDRB Sulut
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Utara yang dikontribusi delapan sektor, terbesar ditopang sektor pertanian. Sektor ini memberikan kontribusi terbesar sebanyak 20,7 persen dibanding sektor pertambangan dan penggalian yang hanya 4,6 persen dan sektor listrik, gas dan air bersih 0,85 persen. Hanya lima sektor memberi kontribusi dalam PDRB Sulawesi Utara di atas 10 persen. (Karel ’Ongge’ Polakitan)
Kontribusi masing-masing sektor untuk PDRB Sulut
Sektor/Lapangan Usaha dan Kontribusi
Pertanian : 20,7 persen
Industri Pengolahan : 8,04 persen
Listrik, gas dan air bersih : 0,85 persen
Pertambangan : 4,6 persen
Bangunan : 17,17 persen
Perdagangan, hotel dan restoran : 15,33 persen
Pengangkutan dan komunikasi : 10,75 persen
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahan : 5,52 persen
Jasa-jasa : 17,04 persen
Sumber: BPS Sulut 2008
Ratusan Miliar Rupiah Terbuang Percuma
TIDAK sedikit dana yang harus digelontorkan pemerintah setiap tahunnya hanya untuk menanggulangi dampak perusakan kawasan lindung karena aktivitas pertambangan dan aktivitas esktraktif lainnya. Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow misalnya, dalam APBD 2007 dan RAPBD 2008 harus merogoh 39,504 miliar rupiah lebih hanya untuk mengendalikan banjir di wilayah itu.
Banjir yang bisa datang kapan saja pasti akan menghancurkan fasilitas yang sudah dan akan dibangun. APBD Bolmong dua tahun belakangan ini telah menganggarkan kurang lebih 49,389 miliar rupiah untuk jaringan irigasi, rawa, jalan dan jembatan serta rehabilitasinya. Budjet sebesar ini akan terbuang sia-sia bila perusakan di kawasan lindung oleh aktivitas pertambangan dan aktivitas non konservasi tidak pernah dihentikan.
Pemprov Sulut pernah menghitung total kerugian yang timbul pasca banjir-longsor yang terjadi 13 Februari 2006 lalu sebesar 222.178 miliar rupiah. Bencana ekologis ini tidak seharusnya terjadi bila tata guna air di daerah-daerah tangkapan air yang ada di seluruh kota/kabupaten berfungsi baik. Pemprov dan kota/kabupaten pun nampak senang hati menerima Dana Bencana Alam yang diberikan pemerintah pusat sebesar 112 miliar rupiah karena tak bisa mempertahankan kawasan lindungnya.
Banjir yang datang ”semakin terencana” ini bukan tidak mungkin juga akan menghancurkan proyek fisik di dinas Prasarana Permukiman dan Dinas Sumber Daya Air Sulawesi Utara senilai 62,529 miliar rupiah lebih. (Karel ’Ongge’ Polakitan)
Perikanan, Pertanian dan Pariwisata Menjanjikan
APBD Sulawesi Utara tahun 2008 menyebut kontribusi sektor pertambangan dalam PAD sangat kecil dibanding sektor unggulan lainnya seperti pertanian, pariwisata dan perikanan kelautan. Kontribusi sektor pertambangan hanya 13,5 juta rupiah atau lebih kecil dari kontribusi pertanian 188,350 juta rupiah, pariwisata 249,4 juta rupiah dan perikanan kelautan 545 juta rupiah.
Badan Pusat Statistik 2008 menyebut nilai yang cukup fantastis di sektor produksi perikanan laut. Tahun 2007 nilai produksinya mencapai 1,084 triliun rupiah lebih dari total produksi sebanyak 187.595,2 ton. Lebih tinggi dibanding 2006 yang nilai produksinya hanya mencapai 744,083 miliar rupiah lebih dari total produksi sebanyak 195.904,5 ton.
Begitupun dengan sektor produksi perikanan darat. Tahun 2007 nilai produksinya mencapai 179,835 miliar rupiah lebih dari total produksi sebanyak 15.684,4 ton. Atau lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya 126,054 miliar rupiah lebih dari total produksi sebanyak 14.575,5 ton. Kumulatif-kumulatif ini belum termasuk nilai yang langsung dinikmati petani, nelayan dan mayarakat pariwisata.(Karel ’Ongge’ Polakitan)
Regulasi yang Bertolak Belakang
PEMERINTAH membuktikan diri punya standar ganda soal kawasan lindung dan pertambangan. Di satu sisi, ada undang-undang yang dengan tegas melarang beroperasinya pertambangan di hutan lindung. Namun di sisi lain, ada beberapa aturan yang dengan sengaja dibuat untuk melegalkan usaha pertambangan di kawasan lindung. (Fary S.J. Oroh)
0 komentar:
Posting Komentar